Kamis, 20 Desember 2012

AKUNTANSI KEPERILAKUAN


BAB 15
ASPEK KEPERILAKUAN PADA AUDIT INTERNAL
A.    PENDAHULUAN
Audit pada saat ini telah menjadi bagian penting dalam dunia akuntansi, khususnya aspek-aspek yang terkait dengan proses pengambilan keputusan dan aktivitas-aktivitas auditor dalam mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil keputusan. Terdapat banyak hal yang dapat dipertimbangkan sebagai data pendukung dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada aspek keperilakuan auditor.
Salah satu karakteristik yang membedakan akuntan publik dengan auditor internal berkaitan dengan keterikatan secara pribadi. Akuntan publik terikat dengan catatan-catatan suatu organisasi dan prinsip-prinsip akuntansi yang dibangun oleh badan profesi akuntansi. Sebaliknya, auditor internal terkait dengan aktivitas-aktivitas manajemen dan orang-orang yang menjalankan operasi organisasi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa audit internal mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang sehingga terdapat hubungan pribadi antara orang yang dievaluasi dengan orang yang mengevaluasi dengan para auditor.

B.     MEMOTIVASI PIHAK YANG DIAUDIT
Sebagaimana diketahui, motivasi merupakan alat bantu keperilakuan terbesar bagi audit internal. Dua dari kebutuhan pokok Maslow adalah kebutuhan untuk menjadi bagian dari organisasi dan kebutuhan untuk diterima dan dikenal, sehingga dapat melayani auditor internal secara baik.
Kebutuhan menjadi bagian dari organisasi. Bagian audit merupakan bagian dari keseluruhan organisasi yang berdedikasi untuk memperbaiki operasi organisasi tersebut. Pihak yang diaudit dapat dijanjikan bahwa pendapat mereka akan diterima dan dipertimbangkan untuk dimasukan dalam pertimbangan keseluruhan manajemen guna memperbaiki kondisi operasi organisasi. Menghormati diri sendiri dan orang  lain. Kebutuhan akan rasa dihormati ini dapat dikaitkan dengan keyakinan pihak yang diaudit untuk bertindak langsung dalam kerja sama dengan staf audit untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang bermasalah, membantu dalam mengidentifikasi kinerja, serta mengembangkan tindakan-tindakan korektif.

C.    HUBUNGAN DENGAN GAYA MANAJEMEN
Terdapat empat gaya manajemen (kepemimpinan) secara umum. Empat gaya tersebut meliputi gaya mengarahkan, gaya melatih, gaya mendukung, dan gaya mendelegasikan. Menggunakan suatu pendekatan audit yang konflik dengan filosofi manajemen dari manajemen pihak yang diaudit akan menyebabkan audit kesulitan dalam perolehan bantuan serta kerja sama secara sukarela.
Dari empat gaya tersebut, gaya pertama dan gaya keempat merupakan gaya yang terpenting. Pada gaya pertama, auditor seharusnya mencoba untuk bekerja sama dengan seluruh manajemen dalam proses audit sehingga dapat meyakinkan pihak manajeman bahwa auditor berada di pihak mereka dan mempunyai tujuan untuk mengembangkan desain guna membantu memperbaiki operasi.
Pada gaya keempat, auditor seharusnya mengambil pendekatan bahwa mereka merupakan bagian dari tim manajemen dan bertindak sebagai rekan kerja atau konsultan.

D.    PENGELOLAAN KONFLIK
Dalam hal perubahan, konflik sering kali terjadi pada proses audit. Konflik terjadi dalam hal lingkup (manajemen), tujuan (auditor eksternal), tanggung jawab (layanan manajemen), dan nilai.
Dalam bidang akuntansi, konflik dapat terjadi antara auditor yang cenderung mempertahankan profesionalismenya dan pihak yang diaudit yang cenderung mempertahankan lembaga atau keinginannya. Oleh sebab itu terdapat empat metode khusus yang secara umum digunakan untuk menyelesaikan konflik, yaitu arbitrasi, mediasi, kompromi, dan langsung.

E.     MASALAH-MASALAH HUBUNGAN
Brink dan Witt (1982) mempunyai daftar konsep yang akan membantu untuk memperlakukan orang dengan lebih baik. Konsep-konsep tersebut adalah:
1.      Terdapat variasi umum dalam kemampuan dan sifat-sifat dasar individu, oleh sebab itu auditor seharusnya mempertimbangkannya dalam kaitannya dengan karyawan pihak yang diaudit.
2.      Keberagaman perasaan-perasaan dan emosi, sehingga auditor seharusnya mengidentifikasi keberagaman perasaan dan mencoba menangani hal tersebut secara efektif.
3.      Keberagaman persepsi. Staf pihak yang diaudit tidak memandang dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh staf audit.
4.      Ukuran kelompok pihak yang diaudit dapat berpengaruh pada hubungan. Auditor diharuskan untuk memodifikasi pendekatan secara teknis ketika menghadapi kelompok yang lebih luas.
5.      Pengaruh dari berbagi situasi operasi sebagai suatu variasi akhir. Setiap perubahan situasi mempengaruhi perasaan dan tindakan seseorang, auditor seharusnya memasuki variasi ini ke dalam pertimbangannya pada hubungan interpersonal.

F.     KARAKTERISTIK UMUM INDIVIDU
Sifat yang muncul pada berbagai tingkatan dalam setiap individu dari pihak yang diaudit, meliputi:
1.      Menjadi produktif, sibuk pada pekerjaan-pekerjaan yang bermakna.
2.      Mempunyai dorongan ke arah dedikasi terhadap suatu usaha yang dianggap penting.
3.      Mempunyai keinginan untuk melayani dan memberikan bantuan kepada individu lain.
4.      Bebas untuk memilih guna mendapatkan independensi dan kebebasan pilihan.
5.      Memiliki sifat yang adil dan jujur.
6.      Memiliki bias pada diri sendiri, tercermin pada sikap yang lebih suka dipuji dibandingkan dengan dikritik.
7.      Mencari kepuasan diri sendiri.
8.      Memiliki nilai untuk mendapatkan imbalan atas usaha-usahanya.
9.      Bersikap seperti orang-orang yang patuh dan dapat beradaptasi secara baik.
10.  Menjadi bagian dari tim yang sukses.
11.  Memiliki rasa haru atas bencana yang menimpa orang lain.
12.  Memiliki keterkaitan pada pemaksimalan kepuasan diri sendiri.
13.  Lebih cenderung untuk sensitif dibandingkan dengan membantu orang.

G.    KESADARAN PADA DIRI SENDIRI
Dalam suatu situasi dimana banyak hubungan interpersonal, hal terpenting adalah untuk menyadari dan memegang teguh keseimbangan serta untuk memandang diri sendiri sebagaimana orang lain memandangnya (Ratcliff et al., 1988). Elemen-elemen utama tersebut adalah:
1.      Adanya pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain dalam hubungan secara mental, fisik, emosional, dan karakteristik pribadi.
2.      Rasa memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja.
3.      Kesadaran terhadap perintah dasar dalam lingkungan relatif yang dimiliki seseorang, dimana orang tersebut harus menyesuaikan diri dengan kelompok organisasi yang luas.
4.      Suatu keinginan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan orang lain.
5.      Suatu perasaan memiliki atas produktivitas yang didasarkan pada ego seseorang.
6.      Suatu perasaan keterpaduan yang berasal dari kepercayaan bahwa seseorang berpartisipasi dalam suatu lingkungan secara etis.

H.    KOMUNIKASI SECARA EFEKTIF
Komunikasi terdiri atas wawancara, musyawarah, laporan lisan, dan laporan tertulis. Bahasa yang menggunakan aksioma (pernyataan) seharusnya jelas, ringkas, bebas akronim (singkatan), dalam struktur gramatikal yang baik, dan mengungkapkan isi dalam aturan sederhana yang logis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kominikasi yang efektif adalah:
1.      Jangan bicara atau menulis dalam bentuk langsung sebab auditor bukanlah bagian dari manajemen.
2.      Jangan menggunakan istilah-istilah yang berimplikasi pada kesalahn-kesalahan kerja dari pihak yang diaudit.
3.      Jangan menjadikan pihak yang diaudit sebagai pokok bahasan, baik secara verbal atau tertulis.
4.      Pertimbangkan sifat ego pihak yang diaudit ketika memberi saran.
5.      Menjaga laporan dan memberikan keadilan.
6.      Jangan berargunen mengenai moralitas.
7.      Mengaitkan dengan kondisi lingkungan ketika mencari penyebab dari temuanya.
8.      Sepanjang proses penyusunan laporan mengizinkan pihak yang diaudit untuk mengungkapkan pendapatnya.
9.      Sopan dengan seluruh karyawan pihak yang diaudit dan menyambut manajemen pihak yang diaudit dengan rasa hormat.
10.  Melakukan pertemuan dan wawancara di kantor pihak yang diaudit.
11.  Mempertimbangkan kemungkinan tekanan yang muncul dalam diri pihak yang diaudit. 

I.       PELAKSANAAN AUDIT PARTISIPASI
Selain masalah perilaku pihak yang diaudit, auditor internal juga perlu memahami budaya organisasi. Porter et al. (1985) mengatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi sikap dan perilaku auditor.
Elemen-elemen keperilakuan dalan audit partisipasi:
1.      Pada awal audit, tanyakan pada pihak yang diaudit bidang mana yang akan diaudit.
2.      Bangun suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit dalam menilai pemrograman dan pelaksanaan audit.
3.      Peroleh persetujuan dan rekomendasi untuk tindakan koreksi.
4.      Dapatkan persetujuan atas isi laporan.
5.      Memasukkan informasi nyata pada laporan audit.


BAB 16
ASPEK KEPERILAKUAN PADA ETIKA AKUNTAN
A.    DILEMA ETIKA
Akuntan didalam aktivitas auditnya memiliki banyak hal yang harus dipertimbangkan karena auditor mewakili banyak konflik kepentingan yang melekat dalam proses audit. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dalam imbalan ekonomis yang mungkin dijanjikan disisi lain. Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan antara yang etis dan tidak etis.
Penalaran Moral
Penalaran moral dan pengembangan memainkan peran kunci dalam seluruh area profesi akuntansi. Akuntan yang secara kontinu dihadapkan pada dilema berada pada konflik nilai. Akuntan pajak misalnya, ketika memutuskan kebijakan mengenai metode akuntansi yang akan dipilih, membutuhkan waktu untuk memutuskan antara metode yang mencerminkan sifat ekonomi sesungguhnya dari transaksi atau metode yang paling sesuai menggambarkan perusahaan.


B.     MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
Banyak sumber berbeda telah menyajikan landasan konseptual tentang besaran riset perilaku etis akuntan. Misalnya saja, kerangka kerja teoritis tentang pengambilan keputusan etis dipinjam dari psikologi sosial.
Pendekatan Kognitif Lingkungan Terhadap Pengembalian Keputusan Etis
Ketika banyak riset yang berhubungan dengan perilaku etis individual untuk mengukur tingkat moral reasoning individual, telah berkembang pendekatan tambahan yang membahas komponen lain dari model riset. Misalnya, mereka menyebutnya skala etis multidimensional (sem) sebagai ukuran kesadaran modal, yang merupakan komponen pertama dari model rest dan menghubungkan teori perencanaan perilaku dengan komponen lain.
Reidenach mengembangkan sem untuk fokus pada dinamika pengambilan keputusan yang melibatkan perilaku etis yang belum diselidiki. Delapan skala likert yang bipolar dibagi kedalam tiga dimensi, yaitu keadilan moral, relativisme dan kontraktualisme, yang dimasukkan dalam ukuran. Skenario etis degunakan dengan memasukkan deskripsi atas situasi tunggal sepanjang 100 kata. Flory et al, menggunakan SEM untuk mengkaji respon etis terhadap 300 akuntan manajemen yang bersertifikat terhadap empat skenario manajemen laba. Tujuan utama dari studi tersubut adalah memvalidasi penggunaan SEM dalam konteks akuntansi. Ketika tujuan ini dicapai, gambaran yang ditampilkan tidak mendukung variabilitas antar subjek, sehingga menghasilkan perhatian pada validasi eksternal.
Cohen kemudian memperluas riset Reidabach dan Robin terhadap situasi multinasional. Hasil untuk sampel subjek di negara-negara Amerika Serikat dan lainnya menunjukkan munculnya konflik tambahan yaitu utilitarianisme yang penting dalam pengambilan keputusan etis. Sementara SEM dikritik sebagai gagal untuk memasukkan kerangka kerja psikolog dalam proses ethical reasoning Flory merespon dengan menunjukkan bagaimana ukuran ini secara teoritis berbeda dari karya pengembangan moral Kolhberg dan Rest, serta bahwa ukuran ini mungkin menjadi alat yang lebih baik untuk memahami proses moral reasoning akuntan.  
Model Alternatif Pengambilan Keputusan Etis
Noreen (1988), memperluas teori agensi dengan membahas ekonomi etis dalam konteks kontrak. Didasarkan pada minat individual, dia menyatakan aksi yang paling menguntungkan. Terdapat model pengambilan keputusan etis lain yang dikembangkan secara spesifik untuk profesi akuntansi. Misalnya, untuk lebih memahami situasi dimana auditor dianggap melanggar kode etik dan perilaku profesional AICPA, lampe dan finn membuat model dari proses keputusan etis auditor sebagai proses dengan lima elimen (pemahaman keuntungan, pengendalian dampak, keputusan lain, penilaian lain, dan pengambilan keputusan final) untuk dibandingkan dengan model yang berbasis kode etik dan perilaku profesional AICPA. Dengan cara yang sama, finn dan lampe membuat model dari keputusan berkaitan dengan penyampaian pengaduan auditor.
Dalam mengomentari keadaan riset saat ini dalam paradigma etika akuntansi, Machintosh yang mengadopsi perspektif filosofi sosial, menyatakan bahwa riset saat ini menekankan suatu perspektif yang hanya mengukur penerimaan sosial, dan bukannya perspektif etis yang sesungguhnya. Ia menyatakan bahwa sementara riset sekarang menggunakan ukuran etis alternatif, orang berperilaku agak etis atau kurang etis, ini adalah masalah ini atau itu.
Terakhir, ia mempertanyakan penggunaan metodologi positivistik saat ini dengan mencatat bahwa etika adalah masalah nilai (apa yang seharusnya) dan bukan fakta (apa ini). Lebihlanjut lagi, masalah ini semakin rumit dengan adanya fakta bahwa individu yang berbeda mungkin menyampaikan sasaran normatif yang berbeda yang didasarkan pada konteks dan individu masing-masing.
C.    RISET PERILAKU ETIS AKUNTAN
Bagian berikut mendefinisikan dan menjelaskan empat area riset akuntansi utama yang menyelidiki tingkat moral reasoning akuntan dan perilaku yang berhubungan, yaitu studi pendidikan etika, studi pengembangan etika, studi penilaian etika, dan studi etika lintas budaya. Studi pendidikan etika menyelidiki apakah pendidikan memengaruhi keahlian moral reasonig siswa dalam program akuntansi.
Studi pengembangan etika berusaha meningkatkan poin kerier mereka. Studi penilaian etika mengkaji hubungan antara ukurn moral reasoning dengan perilaku spesifik dalam akuntansi, auditing, atau perpajakan. Terakhir, studi etika lintas budaya menyelidiki perbedaan dalam keahlian moral reasoning dan/atau keputusan etika akuntan dari belahan dunia yang berbeda.
Studi Pendidikan Etika
Studi pendidikan etika berusaha menentukan efek pendidikan terhadap keahlian moral reasoning dari para praktisi dan mahasiswa akuntansi. Sementara hasil dari banyak studi umumnya telah menunjukkan bahwa pendidikan kampus secara positif berhubungan dengan pengaruh tingkat moral reasoning individual, temuan dalam ranah akuntansi telah menunjukkan bahwa akuntan pada umumnya tidak mengalami kemajuan pada tingkat perkembangan moral sama seperti lulusan kampus lainnya.
M. Armstrong (1987)
Satu studi pertama yang menyelidiki hubungan antara perkembangan moral dan riset perilaku dilakukan m. Armstrong (1987). Tingkat moral reasoning dari CPA dibandingkan dengan yang sudah dan belum lulus. Hal yang mengejutkan, skor DIT rata-rata CPA secara signifikan lebih rendah dari pada kedua kelompok tersebut. M.armstrong (1987) menyimpulkan bahwa para CPA yang menjadi responden kelihatannya mencapai tingkat kematangan moral orang dewasa pada umumnya.
Ponemon Dan Glazer (1990)
Poneman dan glazer memperluas penyelidikan ke dalam tingkat moral reasoning akuntan dengan membandingkan mahasiswa dengan alumni untuk dua lembaga pendidikan yang terletak di daerah timur amerika serikat. Lembaga yang pertama adalah suatu kampus seni liberal swasta yang menawarkan jurusan akuntansi. Sementara lembaga yang kedua, american assembly of colligiate school bisiness (AACSB) merupakan lembaga yang terpandang dalam mengadakan program akuntansi.
St. Pierre, nelson dan gabbin (1990)
St pierre et al. Mengkaji hubungan tingkat moral reasoning . sampel yang terdiri atas 479 mahasiswa senior dari semua disiplin ilmu  yang berbeda yang terdiri atas jurusan bisnis dan non bisnis pada universitas ukuran menengah di bagian timur Amerika serikat diminta untuk melengkapi DIT. Ukuran lain yang dikumpulkan berkaitan dengan sbjek adalah jurusan, gender, dan paparan awal terhadap etika dalam kurikulum formal.
Studi Pengembangan Etika
Sementara studi pendidikan etika mengkaji dampak pendidikan terhadap praktisi dan mahasiswa akuntansi, studi pengembangan etika berfokus pada pengembangan moral reasoning dalam profesi akuntansi. Beberapa studi misalnya menemukan bahwa posisi auditor dalam perusahaan berbanding terbalik dengan tingkat moral reasoning. Riset memberikan bukti kuat mengenai eksistensi sosialitan etis. Individu yang dipromosikan mempunyai tingkat ethical reasoning yang serupa dengan manajemen. Bukti ini mendukung keyakinan bahwa promosi individual dapat ditekan oleh budaya etika perusahaan.
Ponemon (1990)
Ponemon menyelidiki ethical reasoning dan penilaian praktisi akuntansi dalam perusahaan publik. Lima puluh sua praktisi CPA dari bermacam-macam posisi diperusahaan publik di daerah timur laut Amerika Serikat berpartisipasi dalam studi. Subjek mengisi wawancara penilaian moral atau MJI dan paradigma auditing. Dilema auditing dikembangkan dari studi kasus dari kehidupan nyata yang melibatkan kantor akuntan publik dan dua klien audit besar.
Dilema tersebut digambarkan sebagai serangkaian kejadian yang terjadi dalam suatu krisis dengan kedua klien. Baik MJI dan dilema auditing diskor secara serupa, sehingga memungkinkan untuk membandingkan secara langsung skor tersebut. Hasilnya menunjukkan bahawa subjek tidak berbeda secara signifikan antara kedua dilema.
Studi Keputusan Etis
Studi keputusan etis berfokus kepada hubungan antara bermacam-macam ukuran dan perilaku terhadap bidang akuntansi. Bagian berikut menelaah studi representatif yang mengkaji:
1.      Isu independensi
2.      Pelanggaran lain kode etik dan perilaku profesional AICPA
3.      Pendeteksian atas penipuan dalam laporan keuangan dan komunikasinya
4.      Ketidakpatuhan pembayaran pajak
5.      Perilaku disfungsional spesifik dalam profesi akuntansi.
Studi Etis Lintas Budaya
Sebagian besar studi yang berhubungan dengan akntansi dan etika difokuskan kepada profesi akuntansi di Amerika serikat. Perbedaan budaya mungkin muncul diantara kelompok profesi akuntansi dari negara berbeda. Meskipun demikian, perbandingan antara profesi akuntansi di Amerika Serikat dengan kelompok lain dapat memberikan pemahaman yang berharga tentang penetapan standar organisasi internasional.
D.    IMPLIKASI BAGI RISET MENDATANG
Satu masalah menonjol yang masih dihadapi oleh peneliti akuntansi dalam menyelidiki dimensi etika profesi akuntansi berhubungn dengan keputusan apakah akan terus memperluas atau menyatukan teori konflik dan ukuran dalam kerangka kerja pengambilan keputusan etika empat komponen dari Rest.
Gaa misalnya, menekankan pentingnya kemajuan diluar penjelasan ini dan menyampaikan penempatan kerangka kerja teoretis kognisi moral yang spesifik bagi profesi akuntansi. Ia menyampaikan bahwa kerangka kerja ini harus melibatkan pengakuan atas peranan akuntan dalam masyarakat dan tanggung jawab mereka terhadap bermacam-macam pemangku kepentingan, serta keahlian moral akuntan.
Dengan cara yang sama, Ponemon dan Gabhart dalam bidang etika untuk auditor dan akuntan mengakui bahwa keputusan-keputusan akuntan telah menjadi subjek dari bermacam-macam kelompok konstituen termasuk organisasi klien yang menbayar pelayanan mereka, kantor akuntan profesional di mana karyawan menjadi anggota akuntan, profesi akuntan itu sendiri, dan publik umum (yang mengandalkan angka-angka dalam laporan keuangan).
Tanggung jawab beragam ini (dan sering kali bertentangan) menunjukkan bahwa proses resolusi konflik etika akuntan mungkin tidak cukup sesuai dengan model pengambilan keputusan yang lebih umum dari Rest. Meskipun demikian jika model Rest sahih untuk menjelaskan perilaku etis akuntan, maka ukuran dan konflik yang bertentangan dalam menghubungkan keempat komponen tersebut harus disatukan.
Dengan demikian, riset medatang harus melanjutkan kemajuan di dua dimensi:
1.      Melanjutkan integrasi model dan ukuran kognitif yang berbeda dalam model Rest
2.      Mengembangkan sebuah model pengambilan keputusan etis kognitif yang khusus untuk profesi akuntansi.